Nganjuk, – Dugaan pungutan liar (pungli) yang terjadi di SMK Negeri 1 Tanjung Anom, Nganjuk, kembali mencuat ke permukaan. Meskipun sekolah ini seharusnya menjadi tempat bagi para siswa untuk mengembangkan keterampilan dan mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja, berbagai laporan menunjukkan adanya praktek pungli yang memberatkan orang tua murid. Lebih memprihatinkan lagi, upaya pihak sekolah untuk menutup-nutupi isu ini dengan cara yang tidak transparan semakin menambah kesan bahwa ada sesuatu yang perlu dipertanyakan mengenai pengelolaan keuangan di sekolah tersebut. (8/1/2025)
Pungutan yang Membebani Wali Murid
Berdasarkan temuan yang dihimpun oleh awak media, beberapa pungutan yang diduga ilegal di SMK Negeri 1 Tanjung Anom sangat membebani orang tua murid. Pungutan tersebut antara lain biaya perbaikan gedung yang mencapai Rp 1.650.000, biaya kain seragam sebesar Rp 1.200.000, dan uang SPP yang dibebankan sebesar Rp 125.000. Jumlah yang cukup besar ini jelas memberatkan banyak orang tua, terutama di tengah situasi ekonomi yang penuh tantangan. Hal yang lebih mencurigakan adalah tidak ada kejelasan dan rincian yang transparan terkait penggunaan uang tersebut.
Menurut beberapa orang tua murid yang dihubungi, mereka merasa terpaksa untuk membayar biaya-biaya tersebut tanpa mengetahui pasti apa tujuan dan peruntukan dana yang mereka keluarkan. Lebih buruk lagi, banyak orang tua yang mengeluhkan kurangnya informasi yang diberikan oleh pihak sekolah mengenai detail dari pungutan-pungutan tersebut.
Penutupan Informasi dan Upaya Menghalangi Konfirmasi Wartawan
Dugaan adanya praktik pungli semakin menguat setelah investigasi media yang dilakukan pada 8 Januari 2025. Ketika seorang wartawan hendak melakukan konfirmasi mengenai dugaan pungli di SMK Negeri 1 Tanjung Anom, ia dihalangi oleh oknum satpam berinisial F. Dengan alasan yang tidak jelas, satpam tersebut menolak memberikan akses bagi wartawan untuk memasuki area sekolah. "Kuota kunjungan wartawan sudah penuh, Anda bisa konfirmasi minggu depan," kata satpam tersebut dengan nada yang tegas.
Namun, ketika wartawan tersebut menegaskan bahwa konfirmasi sudah dijadwalkan sebelumnya dan materi yang akan disampaikan sudah siap, satpam tersebut tetap menolak dengan alasan yang tidak masuk akal. Bahkan, ia berusaha mengintimidasi dengan mengambil foto wartawan yang berusaha mengajukan pertanyaan. "Tetap tidak bisa masuk. Ini sudah peraturan," ujar F sambil menyarankan agar wartawan tersebut mencoba lagi pada kesempatan lain yang tidak pasti.
Praktik intimidasi ini menambah kesan bahwa pihak sekolah sengaja menutup-nutupi informasi terkait dugaan pungli. Padahal, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, wartawan memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang relevan demi kepentingan publik. Penutupan akses informasi ini jelas melanggar hak kebebasan pers, yang seharusnya menjadi salah satu prinsip yang dijunjung tinggi dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Kegagalan untuk Menghubungi Waka Humas
Lebih lanjut, ketika wartawan mencoba menghubungi Waka Humas SMK Negeri 1 Tanjung Anom yang baru menjabat sejak September 2024 dengan inisial A, ia juga menemui jalan buntu. Upaya untuk mendapatkan klarifikasi mengenai kebijakan dan pungutan yang dibebankan kepada wali murid gagal total. Waka Humas tersebut tidak memberikan tanggapan atau klarifikasi apapun, bahkan menghindari untuk memberikan informasi yang jelas.
Sikap tidak kooperatif ini semakin memperburuk citra pihak sekolah, karena seharusnya sebagai pengelola komunikasi publik, Waka Humas memiliki tanggung jawab untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait berbagai kebijakan yang diterapkan di sekolah, termasuk penggunaan dana yang berasal dari orang tua murid.
Pentingnya Transparansi dan Akuntabilitas di Lembaga Pendidikan
Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan sekolah seharusnya menjadi prioritas utama, mengingat sekolah merupakan lembaga yang mendapat kepercayaan dari masyarakat. Dugaan pungli di SMK Negeri 1 Tanjung Anom ini semakin memperburuk citra lembaga pendidikan di Indonesia yang seharusnya menjadi tempat yang bersih dari praktik-praktik ilegal semacam ini. Kejadian ini mengingatkan kita bahwa kebijakan pendidikan yang tidak transparan hanya akan merugikan siswa dan orang tua, serta merusak integritas lembaga pendidikan.
Jika dugaan pungli ini terbukti benar, pihak yang bertanggung jawab, mulai dari kepala sekolah hingga pengelola keuangan, harus diminta pertanggungjawabannya. Masyarakat berhak tahu dan mendapatkan penjelasan yang jelas mengenai aliran dana yang dibayarkan oleh wali murid. Setiap biaya yang dibebankan harus dapat dipertanggungjawabkan dan diawasi dengan ketat oleh pihak berwenang.
Tindak Lanjut yang Diharapkan
Pihak berwenang, baik Dinas Pendidikan maupun pemerintah daerah, harus segera turun tangan untuk melakukan investigasi terkait dugaan pungli di SMK Negeri 1 Tanjung Anom. Penanganan yang tegas dan transparan sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa praktik pungli seperti ini tidak terjadi lagi di masa depan. Selain itu, diperlukan langkah-langkah yang lebih serius untuk memperbaiki sistem pengawasan keuangan di lembaga-lembaga pendidikan agar tidak ada pihak yang dirugikan, baik siswa, orang tua, maupun masyarakat.
Ke depan, diharapkan adanya sistem yang lebih jelas dan terbuka dalam pengelolaan biaya di sekolah-sekolah negeri, serta adanya komitmen yang kuat dari semua pihak untuk menanggulangi praktik pungli yang merugikan masyarakat. Dunia pendidikan harus tetap bersih dari praktik-praktik yang merusak kredibilitas dan kepercayaan publik.
penulis : Amin