Nganjuk – Dunia pendidikan kembali tercoreng dengan mencuatnya dugaan praktik pungutan liar (pungli) di SMK Negeri 1 Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk. Keluhan wali murid semakin santer terdengar menyusul adanya pungutan biaya gedung dan keperluan seragam yang tak disertai kwitansi resmi. Situasi ini memicu kekecewaan mendalam, mengingat status sekolah tersebut sebagai lembaga negeri yang seharusnya bebas dari beban pungutan memberatkan.
Sejumlah wali murid mengaku dipaksa membayar iuran hingga Rp 1,5 juta untuk uang gedung serta Rp 1,2 juta untuk lima item kain seragam. Ironisnya, pembayaran dilakukan tanpa bukti kwitansi yang sah.
“Kalau memang ini iuran resmi, kenapa tidak ada kwitansi? Sekolah negeri kok malah seperti rentenir,” ujar SK, salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya.
Komite Sekolah: Uang Gedung untuk Perbaikan Ruangan
Uuk, anggota komite sekolah, berdalih bahwa uang tersebut akan digunakan untuk memperbaiki ruangan guru yang bocor dan fasilitas lainnya. Namun, kebijakan pembayaran tanpa kwitansi justru memicu pertanyaan besar mengenai transparansi pengelolaan dana.
“Sistemnya lunas langsung tanda tangan siswa, jadi tidak perlu kwitansi,” kata Uuk.
Tak hanya itu, pihak sekolah juga mewajibkan pembayaran tambahan sebesar Rp 125 ribu dengan dalih tabungan dan kegiatan siswa seperti kunjungan industri. Uuk menjelaskan Rp 50 ribu dialokasikan sebagai tabungan, sedangkan Rp 75 ribu digunakan untuk kegiatan siswa.
Wali Murid Bingung: Ke Mana Larinya Uang Tabungan?
Kenyataan di lapangan berbeda jauh dari penjelasan pihak komite. Banyak wali murid mengaku tetap harus membayar penuh total Rp 1,65 juta tanpa kejelasan mengenai dana tabungan yang dijanjikan.
“Kalau memang ada tabungan, kenapa tidak ada catatan yang jelas? Semua pembayaran tetap saja full Rp 1,65 juta,” ujar wali murid lainnya yang geram dengan ketidakjelasan informasi.
Praktik Pungli di Dunia Pendidikan Harus Diusut Tuntas
Fenomena seperti ini bukan hanya mencederai kepercayaan wali murid, tetapi juga mencoreng integritas dunia pendidikan. Wali murid menuntut adanya tindakan tegas dari pihak berwenang untuk mengusut dugaan pungli ini dan memastikan transparansi dalam pengelolaan dana sekolah.
“Ini dunia pendidikan, bukan ladang bisnis yang meraup keuntungan dari wali murid,” tegas salah satu orang tua siswa.
Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa praktik pungli masih menghantui sekolah-sekolah negeri, memaksa pihak terkait untuk segera turun tangan guna menciptakan iklim pendidikan yang bersih, transparan, dan berintegritas.
Penulis Amin