Nganjuk – Isu dugaan pungutan liar (pungli) di SMKN 1 Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, kian memanas setelah adanya penolakan kedatangan wartawan yang hendak mengonfirmasi kebenaran informasi tersebut. Ketua Komisi Nasional Pendidikan (Komnasdik) Kabupaten Nganjuk, Sudjito, menyoroti dua masalah utama: pelanggaran kebebasan pers dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan keuangan sekolah.
Penolakan Wartawan, Ancaman Kebebasan Pers
Insiden penolakan wartawan yang hendak bertemu dengan Kepala SMKN 1 Tanjunganom, Harbudi Susilo, menjadi perhatian serius Sudjito. Ia menilai tindakan ini merugikan pers yang berfungsi sebagai pengawas dan penyampai aspirasi publik.
"Penolakan terhadap wartawan merupakan tindakan yang tidak sejalan dengan semangat kebebasan pers sebagai pilar demokrasi. Hal ini juga berpotensi melanggar UU Pers No. 40 Tahun 1999 Pasal 18 Ayat (1)," tegas Sudjito saat diwawancarai, Kamis (16/1/2025).
Pasal tersebut menjelaskan bahwa tindakan menghalangi tugas pers bisa dikenakan sanksi pidana hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta. Lebih jauh, Pasal 4 Ayat (2) dan (3) menegaskan bahwa pers memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi secara bebas tanpa sensor atau pembatasan.
Sudjito meminta pihak sekolah untuk membuka diri terhadap insan pers, mengingat peran mereka sangat penting dalam mendukung transparansi dan akuntabilitas publik.
Dugaan Pungli dan Ketidakterbukaan Anggaran
Selain kebebasan pers, Sudjito juga menyoroti laporan sejumlah orang tua siswa terkait pungutan yang dinilai tidak transparan. Berdasarkan pengakuan salah satu orang tua siswa, mereka diminta membayar iuran rutin sebesar Rp1,5 juta per tahun, belum termasuk sumbangan tambahan seperti biaya perayaan dies natalis dan pungutan awal masuk sekolah sebesar Rp1,65 juta.
“Saya sebagai orang tua tidak pernah diberi penjelasan untuk apa uang itu digunakan. Bahkan, tidak ada laporan pertanggungjawaban dalam pertemuan dengan pihak sekolah,” ungkap salah satu orang tua siswa yang tidak ingin disebutkan namanya.
Sudjito menegaskan bahwa pengelolaan keuangan sekolah yang bersumber dari orang tua siswa harus dilakukan secara transparan dan sesuai dengan Permendikbud No. 75 Tahun 2016. Ia menekankan bahwa laporan penggunaan anggaran minimal harus disampaikan setiap tiga bulan sekali.
"Transparansi adalah kunci untuk membangun kepercayaan antara sekolah dan orang tua siswa. Tanpa itu, muncul kesan negatif bahwa sekolah mencari keuntungan," jelasnya.
Sumbangan yang Bertanggung Jawab
Menurut Sudjito, sumbangan dari orang tua siswa memang menjadi salah satu sumber pendanaan sekolah, terutama untuk kebutuhan yang tidak tercakup dalam dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) atau BPOPP (Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan). Namun, ia menekankan bahwa penggunaan dana tersebut harus dilengkapi dengan bukti pembayaran resmi dan laporan keuangan yang jelas.
"Setiap pembayaran harus disertai kuitansi atau dokumen sah lainnya. Ini bukan hanya soal regulasi, tetapi juga soal menjaga integritas lembaga pendidikan," tegasnya.
Desakan untuk Penyelesaian Cepat
Sudjito mendesak Cabang Dinas Pendidikan Nganjuk untuk segera menyelesaikan persoalan ini agar tidak menimbulkan keresahan lebih lanjut di masyarakat. Ia berharap kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak, terutama sekolah-sekolah lain, dalam menjalankan regulasi dengan benar.
"Kejadian ini harus menjadi momentum introspeksi bagi sekolah untuk memperbaiki manajemen keuangan dan membangun komunikasi yang baik dengan orang tua siswa," ujarnya.
Sikap Kepala Sekolah yang Dipertanyakan
Ketika wartawan media hendak mengonfirmasi isu ini, pihak keamanan sekolah dan anggota komite berinisial U menolak kedatangan mereka dengan alasan pembatasan jumlah tamu. Penolakan dilakukan meski wartawan datang pada jam kerja.
Sementara itu, Kepala SMKN 1 Tanjunganom, Harbudi Susilo, tidak memberikan tanggapan meski dihubungi melalui pesan WhatsApp. Sikap ini dinilai semakin memperburuk citra sekolah di mata publik.
Komnasdik: Bangun Kepercayaan dengan Transparansi
Sudjito mengingatkan bahwa komite sekolah memiliki tugas utama untuk mengawasi jalannya pendidikan dan mendengar keluhan serta aspirasi dari orang tua siswa. Ia meminta komite dan sekolah untuk membuka diri terhadap kritik demi perbaikan bersama.
"Jika ada pihak yang menghalangi insan pers, yang menjadi penyambung lidah masyarakat, itu tindakan yang keliru. Semua masalah seharusnya dibahas bersama untuk mencari solusi terbaik," pungkasnya.
Kasus ini diharapkan segera mendapatkan perhatian serius dari pihak berwenang untuk menjaga integritas dan kredibilitas dunia pendidikan di Kabupaten Nganjuk.