NGANJUK, – Sebuah insiden ketegangan terjadi antara awak media dan perangkat Desa Bungur , Kecamatan Sukomoro, Nganjuk, terkait konfirmasi mengenai pelaksanaan Program Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dijadwalkan untuk tahun 2025.
Kasus ini memunculkan kekhawatiran terkait transparansi program yang seharusnya mempermudah masyarakat dalam memperoleh legalitas kepemilikan tanah.
Program PTSL merupakan inisiatif pemerintah untuk memberikan legalitas berupa sertifikat tanah kepada masyarakat, terutama di daerah-daerah yang masih mengalami kesulitan dalam mengurus hak atas tanah mereka.
Desa Bungur Sukomoro adalah salah satu desa yang mendapatkan program PTSL pada tahun 2025. Namun, informasi yang beredar di masyarakat menunjukkan adanya kesulitan dan hambatan yang dialami oleh warga dalam mengikuti program tersebut.
Menurut informasi yang dihimpun, seorang warga yang enggan disebutkan namanya merasa sangat kecewa dan sedih karena permohonan untuk mengikuti program PTSL ditolak oleh Kepala Dusun (Kasun) berinisial "J." Warga tersebut mengaku telah meminta penjelasan lebih lanjut mengenai program PTSL namun mendapatkan jawaban yang mengecewakan.
Kasun "J" dikabarkan menyarankan agar warga tersebut langsung mengurus permasalahan sertifikat tanahnya ke Kecamatan Sukomoro jika ingin mendapatkan kejelasan.
"Saya tidak bisa mengurus tanahnya, kalau ingin jelas tentang sertifikatnya, langsung ke Kecamatan saja," ujar Kasun "J" kepada warga tersebut.
Keluhan Warga: "Dianggap Meninggal"
Selain itu, seorang perempuan tua berinisial G yang juga warga Desa Bungur mengungkapkan perasaan kesedihannya terkait masalah yang ia alami.
"Kulo niki kaleh sederek kulo dianggap mati," yang dalam bahasa Indonesia berarti "Saya ini dianggap meninggal oleh saudara saya," ujarnya dengan nada terbata-bata sambil menahan tangis.
Perempuan tersebut mengungkapkan bahwa masalah tersebut sudah berlangsung lama, namun baru kali ini ia merasa diabaikan dan terabaikan, meskipun berusaha mengurus tanahnya melalui program PTSL.
Kondisi ini mencerminkan adanya potensi ketidakjelasan dan ketidaktransparanan dalam pelaksanaan program PTSL di desa tersebut.
Masalah semacam ini seharusnya mendapatkan perhatian serius agar warga yang berhak tidak tertinggal dalam mengakses program yang dimaksud.
Ketegangan dengan Awak Media
Tidak hanya terbatas pada keluhan warga, konfirmasi yang dilakukan oleh awak media juga berakhir dengan ketegangan. Pada Selasa pagi, 14 Januari 2025, kontributor media online mendatangi Balai Desa Bungur untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut terkait program PTSL yang diselenggarakan di desa tersebut.
Namun, setibanya di kantor desa, awak media mendapati bahwa kantor desa kosong tanpa adanya petugas yang bisa memberikan penjelasan.
Kemudian, awak media mencoba menghubungi Carik (sekretaris desa) melalui pesan WhatsApp. Saat dihubungi, Carik mengaku sedang berada di Kecamatan dan tidak memberi respon jelas mengenai posisi Kepala Desa (Kades) yang dimintai konfirmasi.
Setelah dijelaskan bahwa awak media juga berada di Kecamatan Sukomoro, jika ingin bertemu Kades besuk (15/1/2025) tidak bisa karena di Surabaya.
Saat diminta untuk menyampaikan pesan kepada Kades agar bisa melakukan konfirmasi pada hari berikutnya, Carik justru menjawab dengan nada yang tidak ramah dan menyatakan bahwa konfirmasi yang dilakukan oleh media harus lebih santun.
"Konfirmasi harus lebih santun sebagai media," ujar Carik dengan nada yang terkesan nyolot dan tidak profesional.
Kurangnya Koordinasi dan Kejelasan
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada koordinasi lebih lanjut atau kejelasan mengenai pengurusan program PTSL dari pihak Desa Bungur. Masyarakat setempat dan awak media merasa kecewa atas kurangnya transparansi serta respons yang tidak memadai dari pihak perangkat desa. Padahal, program PTSL seharusnya dapat diakses oleh seluruh warga yang berhak, tanpa adanya kendala atau hambatan birokrasi yang tidak jelas.
Sikap kurang terbuka dan tidak profesional yang ditunjukkan oleh perangkat desa, terutama Carik, memunculkan pertanyaan besar mengenai komitmen desa dalam menjalankan program pemerintah yang sejatinya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tidak hanya warga yang merasa dirugikan, tetapi juga awak media yang seharusnya berperan sebagai penghubung antara pemerintah dan masyarakat.
Kasus ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi pihak berwenang di tingkat kecamatan dan kabupaten untuk memastikan bahwa program PTSL dapat dilaksanakan dengan baik, transparan, dan tanpa ada pihak yang merasa tertinggal atau diabaikan. Warga dan media berharap agar pihak Desa Bungur segera memberikan klarifikasi dan penjelasan yang memadai terkait pelaksanaan program ini.
penulis : Sari